Pandemi COVID-19 yang terjadi memberikan dampak negative dari berbagai sektor. Pada tatanan ekonomi global, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat signifikan pada perekonomian domestik dan keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi terhadap ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan terhentinya aktivitas produksi di banyak negara, diantaranya jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat, hilangnya kepercayaan konsumen, jatuhnya bursa saham yang pada akhirnya mengarah kepada ketidakpastian. Jika hal ini berlanjut, tentunya juga akan mengancam perekonomian nasional Indonesia.
Pada aspek UMKM, tentunya dengan adanya pandemi ini berlangsung dan ketidakpastian kapan pandemi ini berakhir, menyebabkan terjadinya penurunan kinerja dari sisi permintaan (konsumsi dan daya beli masyarakat). Sehingga berdampak pada sisi suplai yaitu, putusnya hubungan kerja dan ancaman macetnya pembayaran kredit. Pada situasi ini, menurut KemenkopUKM ada sekitar 37.000 UMKM yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan adanya pandemi ini berlangsung.
Di era pandemi COVID-19 juga berdampak terhadap tercapainya persaingan sehat antar pelaku usaha. Adanya posisi tawar usaha besar yang lebih tinggi mendominasi pasar sehingga merugikan UMKM dengan posisi tawar yang lebih rendah. Era pandemi ini akan memberikan celah pada pelaku usaha dimana terjadinya praktik monopoli dan menjadikan usaha yang tidak sehat semakin bertambah. Untuk itu, diperlukan adanya pengawasan oleh pihak pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi UMKM khususnya yang melakukan kemitraan dengan usaha besar.
Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal ini sangat penting, guna menghindari terjadinya tindakan penyalahgunaan posisi tawar oleh usaha besar yang dapat merugikan UMKM, apalagi dimasa pandemi ini yang akan menjadi kesempatan mereka dalam menurunkan daya nilai UMKM. Pada kasus tersebut, mengacu pada undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menjelaskan adanya larangan penyalahgunaan dalam melakukan persaingan yang tidak sehat oleh setiap pelaku usaha di Indonesia. Pada pasal 36 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa pengawasan kemitraan diawasi oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan. Artinya, secara implisit menunjuk KPPU sebagai lembaga yang mengawasi kemitraan.
Dengan adanya pandemi COVID-19 pemerintah dan KPPU bekerjasama dalam menangani masalah yang muncul di era pandemi ini. Pemerintah Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengan (KemkopUKM) dan Kementrian Perindustrian (Kemenperin) memberikan bantuan kepada UMKM. KemkopUKM memberikan kelonggaran pembayaran pinjaman, keringanan pembayaran pajak UMKM enam bulan, dan transfer tunai untuk binis skala mikro. Sedangkan Kementrian Perindustrian (Kemenperin) merencanakan untuk memberikan pinjaman dengan bunga rendah kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), menghubungkan para pelaku UMKM dengan took-toko teknologi daring untuk membantu pemasaran dan penjualan produk-produk UMKM seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan Blibli. Sementara KPPU yang merupakan lembaga Negara komplementer (state auxiliary organ), mempunyai wewenang berdasarkan UU Persaingan Usaha untuk menegakkan hukum persaingan usaha, menciptakan ketertiban dalam persaingan usaha, dan menciptakan dan memelihara iklim persaingan usaha yang kondusif.
Adanya kebijakan UMKM di era pandemi COVID-19 akan membentuk kelancaran mendorong perekonomian nasional Indonesia. Selain itu juga menutup celah bagi usaha besar yang bersaing secara tidak sehat sehingga tidak terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Penulis: Febrianti Puspitasari (Prodi Diploma III Kebidanan STIKes Bakti Utama Pati)